Posts

Showing posts from November, 2015

Seleksi atau Sandiwara? Mengintip Dagelan Politik di Balik Capim KPK

Image
Bagaimana bisa lembaga yang konon katanya mewakili suara rakyat justru terkesan alergi terhadap proses pemilihan pemimpin lembaga antirasuah? Ketika masyarakat menanti dengan napas tertahan siapa yang akan duduk di kursi panas Komisi Pemberantasan Korupsi, DPR justru lebih sibuk menunda-nunda agenda formal yang seharusnya menjadi prioritas. Apakah kita sedang menyaksikan drama klasik dengan alur yang sudah bisa ditebak? Artikel ini akan mengajak Kamu berpikir lebih kritis tentang pola repetitif yang dimainkan para politisi setiap kali publik menaruh harapan. Mari kita kuliti satu per satu absurditas yang tersaji dalam teatrikal politik seleksi Capim KPK. Dalam semesta politik, menunda bisa lebih strategis dari keputusan itu sendiri. Bayangkan, rapat antara Komisi III dan Pansel Capim KPK ditunda bukan sekali, bukan dua kali, melainkan tiga kali. Sementara tenggat waktu 16 Desember sudah seperti bayangan malaikat maut yang siap menyapa jika tak ada hasil konkret. Dan apa respons para wa...

KRL Bekasi Lecet di Manggarai, Siapa yang Gagal?

Image
“Kamu merasa nyaman setiap hari naik KRL dari Bekasi ke Jakarta, tapi pernah nggak terpikir: kenapa di Manggarai suka ada penumpang menumpuk sampai mirip festival yang rusuh?” KRL rute Bekasi ‒ Jakarta masih jadi favorit banyak orang. Populer karena murah dan cepat jika tidak terganggu gangguan. Tapi setiap kali melewati Stasiun Manggarai, suasana berubah jadi ajang parkir manusia. Penumpang sampai tumpah ke peron, antrean panjang sampai ke tangga, pintu kereta susah dibuka karena tekanan dari dalam. Fenomena ini bukan hanya soal kapasitas gerbong: ini soal kegagalan sistem administratif dan peran negara yang terbatas dalam menyediakan transportasi publik layak. Dalam tulisan ini, Kamu akan diajak menyelami fenomena sehari‑hari yang terasa akrab tapi penuh paradoks: kereta bisa membawa ribuan orang, tetapi sistem yang mengelolanya malah terkesan jadi sablon massal. Saya ingin mengajak Kamu berpikir: apakah ini sekadar kondisi lalu lintas atau indikator ketidaksiapan kita menghadapi per...

Novanto vs Sudirman Said: Drama Saham Freeport dan Nama Presiden

Image
“Kamu percaya kalau seorang Ketua DPR bilang dia nggak pernah mencatut nama presiden untuk minta saham Freeport, padahal diduga sudah dua kali ketemu CEO-nya?” Bayangkan bulan November 2015, waktu yang katanya kita sudah lebih dewasa berekonomi dan siap demokrasi. Tapi nyatanya, isu pencatutan nama presiden demi keuntungan pribadi muncul lagi—lagi dari langit politik yang serba diwarnai konflik kepentingan. Menteri ESDM Sudirman Said resmi lapor Novanto ke MKD DPR, meski Novanto berdalih hanya “santai ngobrol” soal izin Freeport. Di artikel ini, Kamu akan diajak menyelidiki lapisan demi lapisan cerita: fakta, opini, potensi skandal, dan tentu saja opini oposisi yang mempertanyakan kredibilitas kekuasaan—semua dengan gaya informatif, sarkas pedas, dan menggugah pikiran luas Kamu yang selalu ingin upgrade wawasan. Novanto mengklaim ada dua pertemuan penting: 27 April dan 8 Juni 2015, di mana CEO Freeport datang bertamu, menyampaikan kebutuhan perusahaan soal izin tambang, smelter, CSR, d...

Dana Desa Tertahan? Kades Kini Bisa Cari Keadilan Lewat Jalur Hukum

Image
“Kamu pernah merasa bingung melihat pejabat daerah ‘menahan’ dana desa, lalu tiba‑tiba ada kebijakan yang memungkinkan kepala desa menuntut? Keputusan Menteri Marwan ini seperti gelombang kecil dalam samudra birokrasi yang selama ini surut umum.” Pada bulan November 2015, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, bikin gebrakan: kepala desa bisa menempuh jalur hukum kalau dana desa mereka ditahan. Sekilas ini terdengar fair, tapi tahukah Kamu bahwa ide ini memantik debat panas? Ada yang bilang ini langkah maju untuk demokrasi desa, ada pula yang skeptis karena bisa picu konflik vertikal. Dalam tulisan ini, Kamu bakal diajak menyelami perdebatan, menelusuri latar belakang kebijakan tersebut, sekaligus diajak jadi oposisi kritis yang berwawasan—tentunya sambil upgrade perspektif Kamu soal pemberdayaan desa dan peta kekuasaan di pemerintahan. Tujuannya jelas: Kamu bakal tahu seluk‑beluk kebijakan ini, menganalisa kelemahan dan potensi bahayanya, serta me...

Hotel Mewah vs Warga Lokal: Siapa Sebenarnya yang Kehilangan Air di Pulau Dewata?

Image
“Tourism in Bali is killing people,” kata Dr. Stroma Cole, guru besar geografi waktu presentasi research di Denpasar April 2015—pernyataan ini bukan dramatisasi masa depan, tapi wake-up call nyata. Kamu saat itu mungkin belum merasa, tapi sebagian desa di selatan Bali sudah merasakan sumur pindah haluan karena akumulasi permintaan air dari hotel dan villa hiburan tipe deluxe. Tulisan ini akan membawa kamu menyelami bagaimana kondisi ini tercipta, siapa yang paling terdampak, dan bagaimana kamu bisa belajar soal kesiapsiagaan serta keterlibatan sosial untuk upgrade mental dan tindakan nyata. Intinya: bukan hanya soal air habis, tapi soal mindset kita sebagai bagian dari solusi. Berdasarkan data hingga sebelum November 2015, beberapa indikasi menunjukkan masalah air sudah akut: sumur warga yang kedalaman belasan meter mulai kering, sementara sumur bor di hotel didalam 60 m terus menarik air bawah tanah tanpa aturan permit yang jelas. Wilayah Badung dan Denpasar paling terdampak karena in...

Tomy Satria: Dari Lapangan Makassar ke Panggung Mental

Image
“Kalau pikirmu sepak bola cuma soal gol dan sorak di tribun, apa lagi yang bisa kamu pelajari kalau melihat Tomy Satria Yulianto bekerja?” Gaya bermainnya di PSM Makassar selama musim 2015 jadi lebih dari tontonan biasa: ia bukan sekadar striker tajam, tapi magnet untuk refleksi mental. Saat tribun Stadion Andi Mattalatta bergemuruh, Tomy sudah berdiri di tengah panas, menatap garis pertahanan lawan—itu bukan hanya strategi tim, tapi strategi mental. Tulisan ini akan mengajak kamu menelusuri bukan hanya fakta statistik yang tercatat sebelum November 2015—seperti jumlah gol, assist, dan kemenangan penting—melainkan bagaimana pola pikir Tomy bisa menginspirasi kamu mengevaluasi kesiapan mentalmu untuk menghadapi tekanan dan meningkatkan diri dalam segala bidang. Kamu bakal menerima dua hal penting: pemahaman mendalam soal performa realistis di musim itu, yang akan disampaikan secara mudah dipahami; dan insight praktis tentang bagaimana mental juara bisa dibentuk dari hal-hal kecil yang s...

Gempa Bicara: Tegal Duduk Diam, Tapi Otak Siap Upgrade Kesiapannya!

Image
“5,1 SR mengguncang Kota Tegal malam itu—lalu apa dampaknya buat pikiranmu yang lagi nyaman scrolling selfie?” Bayangkan kamu lagi nyantai, mungkin sambil ngecek pathesan makan malam atau update status malam sebelum tidur. Tiba-tiba lantai rumah bergetar lembut tapi jelas, lampu kedip, dan kamu tersentak: “Oh, ini bukan mimpi.” Gempa Tegal pada 12 November 2015 pukul 21:01 WIB tercatat 5,1 magnitudo dan hanya 109 km dari pusat kota, dengan kedalaman 27 km—cukup dalam untuk mengguncang tapi tidak membahayakan tsunami. Sebagian orang santai, sebagian lain deg-degan. Tulisan ini mengajak kamu memahami bukan cuma gempa secara ilmiah, tapi juga implikasinya bagi kesiapsiagaan mental dan fisikmu—karena dalam situasi getir seperti ini, mindset yang siap merupakan bentuk upgrade diri yang nyata. Kamu bakal diajak lihat bagaimana gempa ini memberi pelajaran soal respon publik, teknologi informasi, dan pentingnya menjaga kesehatan psikologis saat alam tanpa kompromi bicara. Gempa malam itu bukan...

Sekampung Udik: Di Mana Logika dan Martabat Dibuang Bersama Sampah Plastik

Image
Kamu pernah berada di sebuah kampung yang seolah menolak berpikir? Bukan karena tak mampu, tapi karena lebih nyaman tenggelam dalam kebodohan massal yang dibungkus rapi dengan embel-embel 'tradisi', 'kekeluargaan', dan 'harga diri'. Sekampung Udik bukan soal lokasi, tapi soal pola pikir kolektif yang menyamar jadi adat. Bukan wilayah administratif, tapi kumpulan keengganan untuk berubah. Dan mirisnya, itulah tempat di mana kekuasaan lokal bermain dengan aturan mereka sendiri, menciptakan ilusi kemapanan yang cuma berlaku buat mereka yang rela jongkok demi kekuasaan semu. Sekampung Udik menjadi potret mini tentang apa jadinya masyarakat yang kehilangan kemampuan membedakan wibawa dan kesewenangan. Apa pun keputusan kepala kampung, pasti benar. Sekalipun isinya cuma titipan proyek, pembagian tanah yang merugikan petani, atau mutasi guru yang absurd. Kampung seperti ini tidak butuh hukum, karena mereka punya yang lebih sakti: suara terbanyak. Dan suara terbanyak it...

Pilkada Sumut Dekat, tapi Kamu Malah Sibuk Selfie: Siap-siap ‘Kecele’ Rasa Was‑was!

Image
“Kalau kamu pikir demokrasi itu cuma acara belas poto pas coblos, siap-siap mikir ulang: apa yang bakal terjadi waktu politik lokal bikin semua orang tegang mendekati hari H?” Suasana menjelang Pilkada Serentak di Sumatera Utara 9 Desember 2015 ini sedang tinggi—lebih tinggi dari gelombang udara dingin pagi di Medan bulan November. Kepala Operasi Polda Sumut, Kombes CBS Nasution, terang-terangan bilang dia masih was‑was soal keamanan, dan itu dari orang yang sejatinya disiapkan mengamankan situasi. Kalau polisi aja ragu, apa artinya buat rakyat biasa yang cuma pulang kerja, nonton bola, atau ngurus anak? Di artikel ini, kamu bakal diajak nalar kritis: kenapa rasa was‑was ini muncul, implikasinya buat masyarakatmu, bagaimana cara menghadapinya secara cerdas, dan gimana menjaga kesehatan mental di tengah hiruk politik—karena pikiran yang sehat adalah senjata utama di hari penuh ketidakpastian ini. Pilkada Serentak 2015 melibatkan 23 kabupaten/kota di Sumut dengan 74 pasangan calon—semaca...

Rahasia Berlumpur di Balik Kilau Timah: Bumi Bangka Menjerit dalam Senyap

Image
Setiap gram timah di ponselmu mungkin menyimpan jejak darah bumi Bangka—logam mulia yang menyembur dari ribuan lubang menganga, meninggalkan lanskap bak medan perang. November 2015, pulau itu bernafas dalam derita: 1.315 tambang inkonvensional (TI) ilegal menggerus wilayah izin PT Timah Tbk , sementara perusahaan pelat merah itu sibuk membangun smelter di Myanmar dengan anggaran Rp100 miliar . Di tengah senyap, tanah longsor menelan nyawa, air kolong tercemar arsen, dan negara kehilangan Rp58 triliun dari ekspor ilegal . Tulisan ini membongkar mata rantai korupsi yang mengubah timah jadi kutukan, bukan berkah—dan bagaimana kamu, dengan gadget di genggaman, turut menjadi mata rantainya. PT Timah pamer produksi timah olahan stabil di 27.431 ton sepanjang 2 015 , tapi laporan tahunannya buta pada 1.675 hektar lahan kritis di Bangka Belitung . Padahal, setiap ton timah mengikis 10 meter persegi hutan dan melahirkan kolong beracun. Data Bappeda Babel 2015 mengungkap 192 kolong bekas tambang...

Jejak Lobi yang Ditolak Tapi Dihidangkan

Image
"Di negeri demokrasi, pelobi adalah perancang tak terlihat yang menjahit kebijakan dengan benang emas" — tapi di Jakarta, benang itu dipakai membungkam mulut pejabat yang bersumpah melayani rakyat. Luhut Binsar Pandjaitan menyangkal pemerintah menggunakan jasa pelobi untuk kunjungan Jokowi ke AS, seraya bilang: "Presiden biasa-biasa saja". Padahal, dalam nafas sama, dia membisikkan pengusaha Indonesia boleh membayar perantara kuasa itu. Tulisan ini menguliti skema "penyangkalan terstruktur" yang menjadikanmu penonton pasif, sementara kebijakan nasional dikendalikan aktor bayangan. Luhut membantah pemerintah memakai pelobi, tapi berbalik mengakui pengusaha melakukannya untuk urusan sawit dan udang. Ini bukan inkonsistensi, melainkan strategi pengalihan. Seperti pesulap yang mengalihkan mata penonton ke tangan kiri sementara tangan kanan menyembunyikan kartu as. Kamu disuruh fokus pada "pemerintah tak pakai pelobi", tapi dilupakan bahwa keputusan p...

Legalisasi Racun Manis yang Disahkan Pemerintah

Image
Minuman bersoda tidak lebih berbahaya daripada kopi — klaim iklan tahun 1970-an yang masih jadi tameng industri untuk mengebiri riset ilmiah. Di saat harga daging sapi di Lampung menembus Rp120.000/kg , sekaleng soda tetap dijual seharga sepiring nasi, seolah tubuhmu lebih murah dari perut kendaraan bermotor. Tulisan ini memotong hipokrisi kebijakan pangan yang membiarkan racun bersirup ini beredar, sambil membongkar bagaimana perusahaan mengalihkan isu kesehatan dengan kampanye corporate social responsibility palsu. Sementara flyover di Bandar Lampung dibangun dengan standar keamanan ketat , tidak ada satupun aturan yang memaksa produsen soda mencantumkan peringatan: "Konsumsi rutin meningkatkan risiko gagal jantung 23%" — fakta yang disembunyikan di balik kemasan mengkilap . Ironisnya, wacana pelabelan bahaya sempat menguap tahun 2015 , persis ketika industri menggelontorkan dana kampanye ke partai politik. Lihatlah pola sistemik ini: Strategi Distraksi: Perusahaan menggala...

Dari Studio Rekaman ke Pikiran Bawah Sadar

Image
Tahukah kamu, 78% musisi profesional di Indonesia mengaku pernah mengalami creative burnout—tapi hanya 12% yang benar-benar berhenti? Fadly (Padi), Yoyo (Padi), Rindra (Ex-Padi), dan Stephen (Kotak) termasuk dalam 88% sisanya: kelompok yang memilih bertahan meski otot vokal berdarah dan jiwa kelelahan. Dalam wawancara Tribun News November 2015, mereka membuka kartu tentang obsesi bermusik yang mirip fenomena kecanduan kafein. Aku menyelami pola ini lebih dalam: bukan sekadar romantisme "cinta seni", melainkan kombinasi neurologis, tekanan industri, dan mekanisme koping yang jarang dibicarakan. Kita akan menguak apa yang sebenarnya terjadi di balik panggung, lengkap dengan data riset otak dan strategi bertahan di industri yang memakan 3 band baru setiap bulannya. Obsesi bermusik ternyata punya basis biologis lebih kuat daripada sekadar hobi. Saat Fadly menyebut "bernyanyi seperti oksigen", ia mungkin tak berlebihan. Studi Journal of Neuroscience 2013 membuktikan: akt...