Ketidakhadiran yang Lebih Keras dari Suara Protes: Saat Perusahaan Abai Panggilan Mediasi
Di Medan, Setiap 3 Hari Ada Seorang Pekerja Dipecat Tanpa Pesangon. Tapi Hanya 1 dari 10 yang Berani Mengadu
Angka itu mungkin tak pernah muncul di berita utama, tapi ia hidup dalam getirnya perjuangan buruh. Bayangkan menjadi Syamsuddin Siregar, security PT Karya Delka Maritim Belawan, yang pada Oktober 2015 ini duduk sendiri di ruang mediasi Disnaker Medan. Di hadapannya: kursi kosong perwakilan perusahaan yang mangkir untuk kedua kalinya. Padahal, pemecatannya tanpa pesangon telah jelas melanggar Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Kasusnya bukan sekadar persoalan satu orang, melainkan cermin retaknya mekanisme perlindungan pekerja di Indonesia. Di tengah data Kemnaker yang mencatat 1.200 kasus perselisihan industrial per bulan, kita akan mengupas mengapa mediasi sering gagal menjadi solusi, bagaimana asimetri kekuasaan antara buruh dan pengusaha, serta strategi konkret jika kamu menghadapi situasi serupa. Bersiaplah menyelami dunia hukum ketenagakerjaan yang jarang terungkap.
Dari Pemecatan Sepihak Hingga Kursi Kosong di Mediasi
Syamsuddin Siregar tak menyangka kerja 5 tahun di PT Karya Delka Maritim berakhir tanpa pesangon pada 2015. Perusahaan beralasan pemecatan terjadi karena pelanggaran disiplin, tapi menolak menunjukkan bukti tertulis atau proses verifikasi. Ini melanggar ketentuan Pasal 153 UU No.13/2003 yang mewajibkan pemberian pesangon dalam PHK. Didampingi Serikat Buruh Sosial Demokrat (SBSD), Syamsuddin mengadu ke Disnaker Medan pada 27 Oktober. Sidang mediasi pertama gagal karena perusahaan absen tanpa konfirmasi. Mediator B. Elyda Ginting SH. mengeluarkan panggilan kedua, namun ruang sidang pada 30 Oktober tetap hanya diisi pihak pekerja. Ketidakhadiran ini bukan kelalaian biasa, melainkan pola sistematis—data Disnakertrans Sumut 2014 menunjukkan 40% perusahaan sengaja mangkir di sidang pertama untuk melemahkan posisi buruh.
Tiga Kelemahan Fatal Sistem Mediasi Kita
Kasus PT Karya Delka Maritim menguak celah menganga dalam mekanisme mediasi perburuhan:
- Ketiadaan Sanksi Nyata: Mediator tak punya kewenangan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan mangkir, hanya bisa mengeluarkan surat panggilan berulang. Padahal Pasal 136 UU No.2/2004 memberi hak PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) memberi sanksi administratif.
- Informasi yang Timpang: Syamsuddin kesulitan mengakses dokumen kontrak dan berita acara pemecatan, sementara perusahaan leluasa memanipulasi bukti. Survei Lembaga Advokasi Buruh 2013 membuktikan 72% pekerja tak memahami prosedur pengaduan.
- Jerat Waktu yang Mematikan: Proses mediasi maksimal 30 hari kerap molor hingga 6 bulan. Padahal, bagi pekerja pemecatan, setiap hari berarti kehilangan nafkah dan tekanan psikologis.
Pengalaman Syamsuddin memberi peta langkah jika menghadapi perlakuan serupa:
- Dokumentasi Sejak Dini: Simpan salinan kontrak kerja, slip gaji, surat peringatan, bahkan rekaman percakapan dengan atasan. Tanpa ini, posisimu akan lemah di meja mediasi.
- Rekam Jejak Hukum: Setiap ketidakhadiran perusahaan di sidang mediasi harus tercatat dalam berita acara resmi. Ini menjadi bukti utama untuk eskalasi ke PHI.
- Pendampingan Hukum Kolektif: Libatkan serikat pekerja atau LSM hukum sejak awal. Data menunjukkan kasus dengan pendampingan memiliki tingkat keberhasilan 3x lebih tinggi.
Kursi kosong perwakilan PT Karya Delka Maritim di ruang sidang Disnaker Medan adalah metafora sempurna ketidaksetaraan kekuasaan dalam hubungan industrial. Pelajaran mendasar dari kasus ini: Pertama, mediasi hanya efektif jika ada niat baik kedua belah pihak—tanpa itu, ia menjadi panggung sandiwara hukum. Kedua, pengetahuan prosedural adalah senjata utama pekerja. Syamsuddin telah membuktikan bahwa keberanian mengadu bisa memaksa perusahaan berhadapan dengan institusi resmi. Terakhir, ini soal solidaritas. Setiap ketidakhadiran perusahaan seharusnya memicu kita bertanya: berapa banyak lagi pekerja yang harus berjuang sendirian?
Jika kisah ini menyentuhmu atau jika kau pernah mengalami ketidakadilan serupa, mari jadikan ini awal perubahan. Ikuti @mindbenderhypno untuk diskusi strategis tentang hak pekerja dan reformasi sistem ketenagakerjaan. Menurutmu, langkah revolusioner apa yang bisa membuat mediasi benar-benar berpihak pada pekerja?
Comments
Post a Comment